QIYAS SEBAGAI ALTERNATIF HUKUM SETELAH AL-QURAN, HADITS DAN IJMA’

Ajaran agama Islam sangat komplek segala aspek diperhatikan dan diatur dengan sedemikian rupa dari hal yang kecil hingga hal yang besar dengan berlandaskan Al-Quran dan hadits nabi Muhammad SAW. Al-Quran merupakan pedoman hidup bagi umat Islam, didalamnya tidak hanya membahas prihal hukum-hukum saja melainkan berisi tentang sejarah-sejarah yang memuat i’tibar serta berbagai macam lainya. Begitu juga dengan hadits nabi yang berisi banyak hal tentang kehidupan sehari-hari, apa saja yang diperbolehkan, apa saja yang dilarang semuanya sudah diatur dalam Al-Quran dan Hadits nabi Muhammad SAW.
Seiring berkembangnya zaman masalah yang hadir pun semakin kompleks dan beragam sehingga ada yang secara harfiah tidak dijelaskan didalam Al-Quran dan Hadits nabi, tentunya ini menjadi permasalahan yang cukup rumit bagi umat Islam mengingat kehidupan akan terus berkembang sehingga perlu adanya analisa atau solusi untuk mengatasi setiap permasalahan yang timbul. Contohnya adalah dalam proses pengharaman narkoba, secara harfiah nakoba tidak dijelaskan di dalam Al-Quran maupun hadits nabi karena memang pada saat itu tidak ada yang namanya Narkoba oleh karena itu para ulama berijtihad dalam penentuan hukum narkoba tersebut sehingga didapatlah dari hasil ijtihad tersebut dengan penyandingan hukum terhadap khamar pada surah Al-Maidah ayat 90 dengan ‘ilat bahwa antara narkoba dan khamar sama-sama memabukkan sehingga hukum dari narkoba mengikut hukum dari khamar yaitu haram, proses ijtihad ini dinamakan Qiyas.
Banyak para ahli mendifinisikan qiyas salah satunya tertulis di dalam buku yang ditulis oleh Agus Miswanto, S.Ag, M.A yang berjudul “USHUL FIQIH Metode Ijtihad Hukum Islam jilid ke 2, didalamnya terdapat banyak terdapat para ahli dan ulama yang mengartikan qiyas salah satunya adalah Syekh Wahbah Al-Zuhaili dengan definisi “Menyamakan suatu perkatra yang tidak di nashkan (tidak tercantum dalam Al-Quran dan sunnah) atas ketentuan hukumnya yang syar’i dengan sutau perkara yang dinashkan (tercantum dalam Al-Quran dan sunna) atas ketentuan hukumnya, karena adanya persamaan keduanya dalam ‘ilat hukum (alasan hukum)”.
Melalui penjelasan ini dapat dijabarkan bahwa qiyas adalah metode untuk menetapkan suatu hukum perkara yang tak terdapat dalam nash baik itu di Al-Quran maupun pada hadits atau sunnah dengan menyamakan dengan perkara yang sudah dijelaskan dalam nash terkait kesamaan ‘ilat hukumnya atau dalam hal lainnya, sehingga perkara yang tadinya tidak jelas secara hukum berubah menjadi jelas hukumnya dengan menggunakan metode qiyas.
Tentang pemberlakuan qiyas sebagai salah satu alternatif hukum dalam Islam menimbulkan 2 kubu yaitu kubu yang menerima (pro) qiyas sebagai salah satu alternatif hukum dalam Islam ada juga kubu yang menolak hal tersebut (kontra). Jumhur ulama ushul fiqih membolehkan qiyas sebagai alternatif dalam penetapan hukum, mereka berpendapat bahwa dalam Al-Quran dan hadits nabi banyak menggunakan i’tibar-i’tibar yang mendukung keberadaan qiyas tersebut. Kebolehan menggunakan qiyas sebagai salah satu penentu hukum islam setelah Al-Quran, hadits, dan ijma didasari dalam surah An-Nisa ayat 59 yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”(Q.S An-Nisa : 59)
Ayat ini menjelaskan kepada kita bahwa segala sesuatu yang menjadi berbincangan diantara sesama kita hendaknya selalu mengembalikan kepada Allah (Al-Quran dan RasulNya (Hadits), untuk itu para ulama menggunakan dasar ini sebagai dasar pelaksanaan qiyas dengan tetap mengembalikan semuanya ke Al-Quran dan Hadits nabi sebagai acuan utama dalam pengambilan keputusan qiyas tersebut.
Sedangkan bagi ulama yang menolak qiyas sebagai alternatif dalam penetapan hukum mereka berpendapat bahwa segala sesuatu yang tidak ditentukan dalam nash baik dari Al-Quran maupun Hadits nabi itu tidak diperbolehkan karena dianggap mendahului Allah dan RasulNya. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surah Al-Hujarat ayat 1 yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasulnya, dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui. (Q.S Al-Hujarat : 1)
Pejelasan ayat ini adalah bahwa umat Islam dilarang mendahului Allah dalam segala hal yang juga bisa mengacu pada penetapan Qiyas ini sebagai alternatif hukum dalam Islam, dimana secara konsep qiyas membantu menetapkan hukum suatu perkara yang tidak dijelaskan secara harfiah dalam Al-Quran dan Hadits oleh karena itu ulama tersebut melarang penggunaan qiyas sebagai salah satu alternatif dalam menetukan hukum islam akan suatu perkara.
Keduanya memiliki alasan dan dalil masing-masing yang menguatkan pendapat mereka, namun seiring berjalannya waktu dan perkembangan zaman banyak permasalahan yang timbul dan hal tersebut belum dijelaskan secara gamblang dalam nash sehingga sangat mungkin membutuhkan qiyas sebagai salah satu cara untuk menyelesaikan permasalahan hukum tersebut dengan tetap mengembalikan semuanya pada Al-Quran dan Hadits serta tidak sembarangan orang bisa menggunakan qiyas tersebut. pemberlakuaannya harus dilakukan oleh orang yang memang benar-benar mengerti akan permasalahan tersebut dan juga yang benar-benar memahami Al-Quran dan Hadits nabi serta harus dilakukan secara berjamaah atau dalam istilah lain berijtihad. Semoga kita selalu dalam lindungan Allah SWT Barakallah lanaa jami’an.

 

Penulis : Sukron Niami, SE (Mahasiswa Magister Ekonomi STIE Syari’ah Bengkalis)









Pos terkait