Jakarta, Suarapergerkan.com – Tenaga Ahli Gubernur Riau, Tata Maulana, akhirnya angkat bicara setelah menjalani pemeriksaan intensif oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait operasi tangkap tangan (OTT) yang melibatkan sejumlah pejabat di Dinas PUPR Provinsi Riau.
Tata yang sebelumnya ikut diamankan bersama Gubernur Riau Abdul Wahid, kini telah dibebaskan pada Rabu (4/11/2025) dini hari setelah diperiksa selama dua hari. Dalam penjelasannya kepada awak media, Tata menyebut bahwa peristiwa yang terjadi bukan OTT terhadap gubernur, melainkan dugaan pemerasan yang dilakukan oleh pihak tertentu terhadap Dinas PUPR yang kemudian dikait-kaitkan dengan Gubernur.
“Saya melihat banyak kejanggalan dalam peristiwa ini. Tidak ada penyerahan uang kepada gubernur. Yang terjadi justru pegawai PUPR mengaku diperas oleh pihak tertentu dan menyebut nama gubernur tanpa bukti yang jelas,” ujar Tata di Jakarta.
Kronologis Kejadian
Tata menjelaskan, pada Senin (3/11) sekitar pukul 13.00 WIB, Gubernur Riau tengah menerima tamu di antaranya Bupati Siak, Kapolda Riau, dan Wakil Gubernur SF Hariyanto di kantor gubernur.
Sekitar dua jam kemudian, beredar kabar adanya OTT di Dinas PUPR, namun gubernur disebut masih berada di lokasi bersama tamu-tamu tersebut.
“Sekitar pukul 15.00 saya mendapat laporan dari petugas pengamanan kalau ada pihak yang mencari saya dan meminta nomor kendaraan. Saya baru tahu kemudian bahwa itu adalah tim KPK,” jelas Tata.
Usai tamu meninggalkan kantor, Gubernur bersama rombongan keluar untuk ngopi sore. Di situlah Tata baru menyampaikan kabar adanya penindakan di Dinas PUPR.
“Kami sedang di jalan menuju salah satu kedai kopi di Jalan Paus. Saat sampai, saya sampaikan kabar OTT itu kepada beliau. Tak lama kemudian, sekitar pukul 17.00, datang tim KPK dan langsung menyita ponsel gubernur,” jelasnya.
Menurut Tata, tidak ada transaksi atau penyerahan uang yang terjadi di lokasi. Ia juga menyebut penyitaan dan pemeriksaan dilakukan secara mendadak, dan sejak saat itu dirinya ikut diamankan untuk diperiksa.
Tata: Banyak Hal yang Janggal
Selama diperiksa, Tata mengaku mendapat pertanyaan seputar dugaan permintaan dana 5 persen dari rekanan proyek, namun ia menegaskan tidak pernah mendengar, mengetahui, atau terlibat dalam hal tersebut.
“Saya tidak punya hubungan dengan pihak PUPR. Saya heran kenapa saya ikut disebut. Bahkan dalam pemeriksaan pun tidak ada bukti perintah, dokumen, atau rekaman yang menunjukkan keterlibatan gubernur,” jelas Tata.
Ia menilai bahwa dasar penetapan tersangka terhadap Gubernur Riau perlu diuji kembali secara hukum agar tidak semata-mata berdasar pada pengakuan sepihak.
“Kalau hanya berdasarkan keterangan sepihak dari orang yang ditangkap, tanpa bukti elektronik, dokumen, atau rekaman, tentu harus diuji kebenarannya. Masyarakat berhak tahu proses yang sebenarnya,” ujarnya.
Harapan untuk Proses yang Adil
Tata berharap KPK dapat menelusuri fakta-fakta secara obyektif, termasuk soal sumber uang Rp750 juta yang disebut dalam penindakan tersebut.
“Saya mendengar uang itu ditemukan di tangan oknum dinas, lalu ditafsirkan akan diberikan ke gubernur. Tapi tidak ada bukti langsung. Bahkan ketika rumah dinas gubernur digeledah, tidak ditemukan uang tunai dari peristiwa itu,” tambahnya.
Ia juga menilai penyebaran berita yang serentak di media nasional dan lokal pada saat kejadian menimbulkan tanda tanya tersendiri.
“Begitu cepat berita naik bersamaan dengan judul ‘Gubernur Riau di OTT KPK’. Padahal belum ada pernyataan resmi siapa yang ditetapkan tersangka. Itu membuat suasana menjadi bias,” ungkapnya.
Menutup keterangannya, Tata menegaskan bahwa dirinya mendukung penuh upaya penegakan hukum namun meminta agar prosesnya berjalan transparan, adil, dan tidak tendensius.
“Saya percaya hukum akan menemukan kebenaran. Semoga Bapak Gubernur diberikan kekuatan, dan semua proses ini bisa membuka fakta yang sebenarnya,” tutupnya.(***)






