Jakarta, Suarapergerakan.com – Pada era ini, masyarakat dituntut untuk semakin peduli terhadap perlindungan perempuan dan anak. Sebab, perempuan dan anak dianggap rentan terhadap berbagai ancaman. Mulai dari lingkungan yang membahayakan, kekerasan, dan sebagainya. Karenanya, pemerintah telah menginisiasi Sekolah Ramah Anak (SRA) agar anak nyaman dan senang belajar.
Untuk itu, Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga (Disdikpora) Kabupaten Kampar, Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak ( DPPKBP3A) Kabupaten Kampar serta Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) kampar melakukan Audiensi/koordinasi ke Kementerian PPA RI di Jakarta dalam rangka mewujudkan Sekolah Ramah Anak (SRA) di Kabupaten Kampar sebagai Kabupaten Layak Anak (KLA). Jumat,1/3/24
Rombongan terdiri dari Kepala Dinas DPPKBP3A, H Edi Afrizal,Kepala Dinas Dikpora H Aidil, Ketua PGRI Kabupaten Kampar M Yasir, Tim Ahli Hukum PGRI/UPT PPA, kabid Perlindungan Anak DPPKBP3A Satiti Rahayu, SKM, M.K.M, Kepala UPT PPA Kabupaten Kampar, dan Sub.Koord PPA Kabupaten Kampar, serta perwakilan Kepala Sekolah di Kabupaten Kampar dan Diterima oleh Tim dari Deputi PKA ( Perlindungan Khusus Anam dan PHA ( Pemenuhan Hak Anak ) Kementerian PPPA RI, Wendi.
Saat Audiensi Edi Afrizal menyampaikan bahwa maksud dan tujuan kedatangan ini dalam rangka advokasi dan kordinasi Kluster 4 dan 5 dalam mewujudkan KLA di Kab Kampar dan meminta arahan serta petunjuk sesuai dengan aturan perundangan yang berlaku sehingga percepatan KLA di Kabupaten Kampar segera terwujud.
Wendi dalam arahannya mengatakan mewakili Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Pemerintah melalui Kementerian Kemen PPPA, mengapresiasi keseriusan Pemerintah Kabupaten Kampar dalam percepatan mewujudkan Sekolah Ramah Anak (SRA) dalam rangka pemenuhan hak-hak dasar anak dan menjadikan Kabupaten Kampat menjadi Kabupaten Layak Anak.
Dijelaskannya Sekolah Ramah Anak pada dasarnya adalah bagaimana 3 pilar yaitu sekolah, orang tua, dan anak bersama-sama menciptakan kondisi sekolah yang bersih, rapih, indah, inklusif, sehat, aman dan nyaman.
Kemen PPPA tahun 2015 menyebutkan bahwa definisi Sekolah Ramah Anak adalah satuan pendidikan formal, nonformal, dan informal yang aman, bersih dan sehat, peduli dan berbudaya lingkungan hidup, mampu menjamin, memenuhi, menghargai hak-hak anak dan perlindungan anak dari kekerasan, diskriminasi, dan perlakuan salah lainnya. Serta mendukung partisipasi anak di satuan pendidikan, terutama dalam perencanaan, kebijakan, pembelajaran, pengawasan, dan mekanisme pengaduan terkait pemenuhan hak dan perlindungan anak.
SRA juga harus memastikan anak terhindar dari ancaman yang ada di sekolah. Seperti ancaman dari kekerasan, karakter buruk, makanan tidak sehat, lingkungan yang membahayakan, rokok, napza, dan bencana.
Ia juga menjelaskan bahwa konsep Sekolah Ramah Anak adalah program untuk mewujudkan satuan pendidikan memiliki kondisi aman, bersih, sehat, peduli, dan berbudaya lingkungan hidup.
Program SRA juga diharapkan satuan pendidikan mampu menjamin pemenuhan hak dan perlindungan anak dari kekerasan, diskriminasi, dan perlakuan salah lainnya. Serta mendukung partisipasi anak dalam perencanaan, kebijakan, pembelajaran, dan pengawasan satuan pendidikan
ia juga menjelas bahwa Sekolah Ramah Anak bukanlah membangun sekolah baru, namun mengkondisikan sebuah sekolah menjadi nyaman bagi anak. Serta memastikan sekolah memenuhi hak anak dan melindunginya, karena sekolah menjadi rumah kedua bagi anak setelah rumahnya sendiri.
Dijelaskannya bahwa tujuan Kebijakan Sekolah Ramah Anak adalah untuk dapat memenuhi, menjamin, dan melindungi hak anak. Selain itu juga memastikan bahwa satuan pendidikan mampu mengembangkan minat, bakat dan kemampuan anak, serta mempersiapkan anak untuk bertanggung jawab kepada kehidupan yang toleran, saling menghormati, dan bekerjasama untuk kemajuan dan semangat perdamaian.
“Nantinya, satuan pendidikan diharapkan tidak hanya melahirkan generasi yang cerdas secara intelektual, namun juga melahirkan generasi yang cerdas secara emosional dan spiritual.”
Kebijakan Sekolah Ramah Anak disusun karena melihat sebagian proses pendidikan selama ini masih masih menjadikan anak sebagai obyek dan guru sebagai pihak yang selalu benar. Kenyataan ini mudah menimbulkan kejadian bullying di sekolah/madrasah serta menyebabkan bersekolah tidak selalu menjadi pengalaman yang menyenangkan bagi anak.
Selain ancaman mengalami bullying dan kekerasan yang dilakukan oleh guru maupun teman sebaya, hingga saat ini masih dijumpai kriteria sekolah yang belum ramah anak.
“Contohnya, anak bersekolah di bangunan yang tidak layak, sarana prasarana yang tidak memenuhi standar, kehujanan, kebanjiran, bahkan kelaparan.”ujar Wendi.
Usai Audiensi Ketua PGRI Kabupaten Kampar M Yasir menegaskan bahwa berbagai masukan yang di sampaikan Tim dari Deputi PKA dan PHA Kementerian PPPA RI segera akan ditindaklanjuti dan kita tetap berkoodinasi dengan Kementerian PPPA RI, dan mudah-mudahan tahun ini KLA di Kabupaten Kampar bisa kita wujudkan.(Advetorial)